FPL: Sepakbola, Rindu dan Halu

Entah, harus mulai darimana untuk menjawab pertanyaan tentang apa itu FPL. Tidak penting memang, tapi bagi orang awam kadang bertanya apa itu FPL. Salah sendiri memang, orang jadi penasaran ketika melihat layar ponsel isinya seragam klub liga inggris, dan hal-hal yang bisa dijumpai di tampilan FPL baik melalu web browser maupun aplikasi. Harusnya sembunyi-sembunyi otak atik tim FPL biar tidak diketahui orang dan sesekali memunculkan pertanyaan. 

Fantasy Premier League, demikian kepanjangannya, bahasa inggris memang. Banyak orang yang rela meluangkan waktunya untuk sekadar menyalurkan hobi yang bagi sebagian orang itu sia-sia. Bayangkan, orang rela menyingkirkan ego mereka, memilih pemain dari tim yang menjadi rival klub idola mereka, misal: pendukung Liverpool rela memilih pemain MU di tim FPL mereka, semata untuk upaya mendulang poin, dan sebaliknya. Bahkan banyak yang rela begadang hanya untuk menunggu deadline. Anehnya lagi, banyak yang menonton pertandingan klub yang hampir degradasi dengan tim kecil lain hanya untuk kepentingan per-FPL-an mereka. Menyedihkan, bukan?. 

Tapi itulah kenyataannya, jangan anggap logika 100% berlaku di permainan ini. Ketika musim berakhir, ada kesedihan, ada ragam rasa yang bercampur jadi satu. Jeda musim liga digunakan untuk menunggu kabar transfer pemain. Ada kerinduan untuk segera memasuki musim yang baru.
Banyak manajer FPL yang rela bolak-balik buka akun atau media sosial mereka untuk mendapatkan kabar update permainan ini. Dapat info "game updating" saja gembiranya minta ampun. Berlomba refresh akun demi mendapatkan ID FPL yang sekecil mungkin. Ya, hanya ID saja jadi "rebutan" dalam game fantasi ini!. Tapi jangan anggap remeh, ID FPL itu bisa menjadi sebuah kebanggaan bagi sebagian orang, ada yang klise beralasan kalau ID bisa berpengaruh terhadap penentuan juara. Entahlah, saya pun juga terbawa arus itu, dengan sadar menunggu game diluncurkan dan dapat ID 18932 di musim 2024/25 ini. Begitulah.

Saya belum lama memainkan game ini, tepatnya sejak musim 2016/17, itupun mulai tidak dari awal, tepatnya sejak GW2. Bermula dari situ akhirnya terbawa sampai sekarang. Dengan histori yang tidak baik amat, tiap musimnya selalu rindu, ada rasa penasaran, hasrat juara begitu besar, walau diakhir musim kadang tak dapat apa-apa. Jutaan manajer yang bermain FPL tentu punya mimpi yang sama, menjadi juara atau minimal mendapatkan OR sebaik mungkin. Sulit? Tentu saja. 

Masing-masing manajer FPL memiliki jalan ninja masing-masing, pro-kontra itu wajar, yang jelas bahwa permainan ini hanya harus dinikmati. Walau banyak yang bilang tak perlu serius, tapi rasanya kok sulit. 

Fantasy Premier League memadukan antara sepakbola, rasa dan keinginan. Akhirnya, kalau boleh menyimpulkan jawaban bila ada pertanyaan, FPL itu perpaduan antara sepakbola, rindu dan halu. Ya, bagaimana mungkin game fantasi ini layaknya menjadi candu bagi sebagian orang, dirindukan kehadirannya, dan bermimpi untuk menjadi juara dan memanangkan banyak liga yang diikuti. Termasuk saya tentunya.

Apa yang saya sampaikan ini tentu hanya sebuah opini, boleh diragukan kebenarannya. Hal yang patut kita kabarkan bersama, permainan ini gratis dan berhadiah. Tingkatan paling sederhana menjadi manajer FPL: tak perlu tahu banyak tentang sepakbola, hanya perlu buat akun, sedikit ngerti cara bermainnya, lalu berharap keberuntungan. Kalau gagal? Masih ada musim berikutnya. Suka bola, pupuk rindu dan mari berhalusinasi. Semoga juara, manajer!. 

Post a Comment for "FPL: Sepakbola, Rindu dan Halu"