Dilarang Mudik, Terima Saja Walau Tidak Rela
Corona tidak juga minggat dari Indonesia, padahal sudah setahun lebih menghantui dan menyusahkan dalam banyak hal. Dampak yang luar biasa timbul akibat adanya virus Covid-19 ini. Melelahkan.
Ambil contoh yang paling dekat, tradisi mudik menjadi tidak lagi menyenangkan, sudah satu lebaran lewat, kini lebaran tahun ini kemungkinan bakal lewat lagi. Masalahnya adalah larangan mudik dari pemerintah, dengan pangkal permasalahan adanya virus Corona yang tak juga mereda. Dengan adanya larangan mudik diharapkan bisa mengurangi resiko penyebaran virus Corona. Itu harapannya. Tapi, apakah perasaan bisa semudah itu menerima harapan?
Ada hal yang terkadang membuat jiwa pemberontak bangkit : kenapa yang ini dilarang tapi yang itu dibiarkan? Pertanyaan dari hati kecil yang menyiksa. Orang awam hanya bisa bingung, sebagian mulai tak peduli.
Kalau mau lebih dalam, banyak orang yang mulai jenuh, kalau mau lihat ke wilayah, semua sudah berasa biasa. Nyaris normal. Hanya aturan-aturan yang mau tidak mau harus diikuti. Sedikit menjadi pembeda.
Kontra dengan berita, sepertinya banyak kelompok masyarakat yang sudah mulai terbiasa. Dengan kebiasaan baru, dengan kebiasaan mereka dulu kala, sebelum pandemi.
Jika memang mudik dilarang, banyak hati yang akan terpenjara. Bagaimanapun juga alat komunikasi tak bisa mewakili perjumpaan. Lebih menakutkan lagi, bila nantinya pandemi menghilangkan tradisi. Mudik adalah tradisi, demikian pendapat sebagian orang.
Apapun itu, sepahit apapun kenyataan, kalau aturan sudah diberlakukan, mau tidak mau harus ikut aturan, daripada susah sendiri. Berharap saja Corona segera sirna dan tahun depan bisa mudik lagi.
Post a Comment for "Dilarang Mudik, Terima Saja Walau Tidak Rela"
Post a Comment