Corona, Jenuh Tapi Tak Acuh
Siang itu, kami sedang berjaga didepan gang masuk kampung, sebuah portal sederhana yang terbuat dari bambu dipasang, sebagai penghenti laju orang atau kendaraan yang hendak keluar atau masuk ke kampung. Sebuah semprotan berisi disinfektan dipersiapkan. Bagi yang hendak masuk kampung harus disemprot dulu, terutama bagi yang baru bepergian dari luar kota. Pokoknya, berjaga dengan penuh kewaspadaan. Ya, kalau berjaga untuk menghadapi sesuatu yang bentuk fisiknya kelihatan sih tidak masalah, pencuri misalnya. Tapi, yang kami lakukan adalah menjaga penyebaran virus agar jangan sampai masuk ke kampung kami.
Jaga Portal |
Susah dijelaskan, betapa kami yang awam langsung dijejali dengan berbagai ancaman dan ketakutan yang kami sendiri kadang bingung harus bagaimana. Dan yang terjadi adalah keputusan yang terkesan latah demi menghindari penyebaran virus. Apakah hanya kami sendiri yang melakukan hal demikian? Tidak, kami tidak sendirian dalam melakukan hal yang terkesan konyol seperti ini. Bahkan mungkin ada yang lebih ketat daripada apa yang kami lakukan.
Hingga sekarang ini, setelah berbulan lamanya masyarakat dihantui oleh corona, rasa-rasanya kami merasa mulai jenuh. Portal yang awalnya kami jaga bergiliran siang malam mulai jarang berpenjaga. Apakah yang sudah merasa jenuh hanya di kampung kami? Saya rasa tidak, banyak desa yang jenuh lebih awal dari kami, karena berbulan lamanya tapi penyebaran virus ini dirasa tak ada ujungnya. Meski demikian, kewaspadaan level pribadi dan keluarga masih ditanamkan, walau sulit.
Disadari maupun tidak, adanya pembatasan gerak, aturan perubahan perilaku membuat sebagian masyarakat menjadi jenuh dan bahkan tertekan. Hal ini bisa saja berpengaruh terhadap kesehatan mental seseorang. Wajar saja hal ini terjadi, karena memang banyak hal yang akhirnya berubah dan membuat orang mengalami perubahan secara drastis. Diam di rumah, harus pakai masker, menghindari keramaian, menghindari kontak fisik, dan kebiasan “asing” lain yang harus ditaati.
Belum lagi mereka yang terdampak secara ekonomi, baik yang kehilangan pekerjaan maupun usaha lain yang terdampak langsung akibat bermacam kebijakan yang diberlakukan. Banyaknya tekanan akibat pandemi corona bisa mengakibatkan orang menjadi stress dan berakibat kesehatan mental menjadi terganggu.
Bahkan, bukan pengaruh kesehatan dan ekonomi saja, tapi berdampak sosial juga. Banyak berita yang mengabarkan mengenai kesehatan mental terganggu akibat pemberlaukan aturan dalam rangka pencegahan penyebaran virus corona. Banyak warta mengenai PHK. Beredar berita soal kejahatan yang terjadi akibat himpitan ekonomi. Miris.
Bagi yang saat ini mungkin sedang mengalami gejala gangguan kesehatan, bisa memeriksakan diri ke dokter atau klinik kesehatan terdekat. Tapi, ditengah pandemi corona yang masih begitu menakutkan, mungkin bisa memilih menggunakan aplikasi kesehatan untuk sekedar memeriksakan diri. Banyak aplikasi yang ada saat ini, salah satunya adalah Halodoc, aplikasi ini bias digunakan untuk bermacam keperluan: chat dokter, beli obat, cek lab dan kunjungan rumah sakit. Bagi yang tidak memiliki keluhan kesehatan bisa menggunakan aplikasi ini untuk tetap menjaga kesehatan.
Berbagai kebijakan sudah diambil oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, bahkan sampai dilevel masyarakat. Tentu kita ingin pandemi corona bisa segera berakhir, sehingga semua bisa beraktivitas secara normal, tidak seperti sekarang ini. Anak-anak sudah ingin kembali sekolah, orang-orang sudah rindu berwisata, masjid tak pantas selalu sepi, berjabat erat, berpeluk hangat, semua rindu, semua mengharapkan, corona segera musnah. Biar berjaga di portal seperti siang itu bisa segera berganti cerita.
3 comments for "Corona, Jenuh Tapi Tak Acuh"
Hidup harus di bawa enjoy, jangan merasa apa yang anda lakukan itu adalah beban.