Negara Agraris Dan Potensi Krisis Pangan
Lahan Pertanian Yang Semakin Berkurang, Nasib Petani, Dan Potensi Krisis Pangan
Kenapa petani tak bisa mengelak?, menurut pendapat saya hal tersebut wajar, banyak yang mengeluhkan kalau biaya untuk bercocok tanam dengan hasil yang di panen tidak sebanding, bahkan merugi. Kalau di uangkan, hasil dari penjualan tanah tersebut bisa digunakan untuk membuka usaha baru, bahkan masih bisa di gunakan untuk kebutuhan kemewahan yang lainnya.
Ketergantungan pada negara lain secara tidak langsung berpengaruh, bayangkan saja, jagung, kedelai, gandum, gula, dan beberapa bahan pokok lainnya harus mendatangkan dari negara lain. Bagaimana petani mau maju?, bagaimana mereka bisa mengelak saat lahan yang "tidak menghasilkan" milik mereka di tawar dengan harga tinggi. Lalu, siapa yang perlu di salahkan?, tidak ada, karena semua merasa benar dan tak ada yang mau di salahkan.
Potensi Krisis Pangan
Katanya, Indonesia adalah negara agraris, tapi sekarang sepertinya nasib petani membuat miris, lahan pertanian pun semain terkikis, lama kelamaan menjadi habis, dan bisa-bisa menjadi krisis. Betapa sudah sangat terasa ketika pasokan kedelai dari Amerika berkurang, dampak yang di timbulkan sangat terasa, tempe dan tahu sempat "hilang" dari pasaran, khususnya di Jakarta.
Contoh lain, orang Indonesia sudah terbiasa dengan mengkonsumsi mie, roti, dan makanan lain yang bahan bakunya dari tepung gandum. Sedangkan saat ini tepung gandum hampir 100% tepung gandum meng-impor dari Turki, Amerika, Australia, dan negara lainnya, kalau misalnya saja negara-negara tersebut menghentikan ekspor mereka, bisa di bayangkan betapa besar dampak yang akan di timbulkan terhadap kebutuhan pangan di Indonesia.
Ketergantungan terhadap produk impor merupakan sebuah 'ancaman', krisi pangan bisa saja terjadi bila produksi pertanian Indonesia tidak surplus dan dari negara eksportir menghentikan pasokan mereka. Seperti apa yang diungkapkan Peneliti INDEF Bustanul Arifin yang mengatakan, jika produksi pertanian Indonesia saat ini tidak bisa surplus 5% dari kondisi saat ini, Indonesia dalam bahaya. Dari data 2011, produksi Jagung kita -3,7%, Kedelai -6,2%, Gula -1,8%, beras -1,1%, jika tahun ini tidak ada perubahan radikal, bahkan 5 tahun mendatang, Indonesia dalam keadaan bahaya, krisis pangan sudah di depan mata. Kalau mau selamat produksi kita harus di atas 5%.
Lalu bagaimana?, entahlah, terlalu menakutkan bila di bayangkan, oleh karenanya, tak perlu dibayangkan, jalani saja. Yang jadi petani semoga tetap istiqomah sebagai petani, yang jadi negara importir?, semoga saja berfikir bagaimana bisa mencukupi kebutuhan dalam negeri dengan memaksimalkan potensi di negeri sendiri, karena (katanya) Indonesia negara agraris, kan?.
Masih hangat di pemberitaan mengenai kedelai yang harganya melambung tinggi, banyak pengusaha dan pengrajin tempe yang akhirnya menempuh banyak cara agar bisa bertahan, bahkan tak sedikit yang meghentikan produksinya. Mengherankan?, saya kira tiak, karena hal seperti ini sudah sering terjadi di Indonesia.
Tak mengherankan, banyak orang yang lebih senang berfikir praktis dan akhirnya berpengaruh terhadap siklus perkembangan lingkungan dan kehidupan. Ambil contoh mudah, banyak pengembang perumahan atau usaha lain yang tentunya ingin mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dari usaha mereka, sebidang tanah pertanian yang letaknya strategis sebisa mungkin harus segera di ambil alih kepemilikannya agar bisa diubah menjadi lahan usaha yang baru. Kemudian, petani yang tanahnya di hargai tinggi, tak bisa mengelak, dan akhirnya merelakan tanah mereka berganti tangan dengan bayaran uang yang cukup banyak.
Kenapa petani tak bisa mengelak?, menurut pendapat saya hal tersebut wajar, banyak yang mengeluhkan kalau biaya untuk bercocok tanam dengan hasil yang di panen tidak sebanding, bahkan merugi. Kalau di uangkan, hasil dari penjualan tanah tersebut bisa digunakan untuk membuka usaha baru, bahkan masih bisa di gunakan untuk kebutuhan kemewahan yang lainnya.
Ketergantungan pada negara lain secara tidak langsung berpengaruh, bayangkan saja, jagung, kedelai, gandum, gula, dan beberapa bahan pokok lainnya harus mendatangkan dari negara lain. Bagaimana petani mau maju?, bagaimana mereka bisa mengelak saat lahan yang "tidak menghasilkan" milik mereka di tawar dengan harga tinggi. Lalu, siapa yang perlu di salahkan?, tidak ada, karena semua merasa benar dan tak ada yang mau di salahkan.
Potensi Krisis Pangan
Katanya, Indonesia adalah negara agraris, tapi sekarang sepertinya nasib petani membuat miris, lahan pertanian pun semain terkikis, lama kelamaan menjadi habis, dan bisa-bisa menjadi krisis. Betapa sudah sangat terasa ketika pasokan kedelai dari Amerika berkurang, dampak yang di timbulkan sangat terasa, tempe dan tahu sempat "hilang" dari pasaran, khususnya di Jakarta.
Contoh lain, orang Indonesia sudah terbiasa dengan mengkonsumsi mie, roti, dan makanan lain yang bahan bakunya dari tepung gandum. Sedangkan saat ini tepung gandum hampir 100% tepung gandum meng-impor dari Turki, Amerika, Australia, dan negara lainnya, kalau misalnya saja negara-negara tersebut menghentikan ekspor mereka, bisa di bayangkan betapa besar dampak yang akan di timbulkan terhadap kebutuhan pangan di Indonesia.
Ketergantungan terhadap produk impor merupakan sebuah 'ancaman', krisi pangan bisa saja terjadi bila produksi pertanian Indonesia tidak surplus dan dari negara eksportir menghentikan pasokan mereka. Seperti apa yang diungkapkan Peneliti INDEF Bustanul Arifin yang mengatakan, jika produksi pertanian Indonesia saat ini tidak bisa surplus 5% dari kondisi saat ini, Indonesia dalam bahaya. Dari data 2011, produksi Jagung kita -3,7%, Kedelai -6,2%, Gula -1,8%, beras -1,1%, jika tahun ini tidak ada perubahan radikal, bahkan 5 tahun mendatang, Indonesia dalam keadaan bahaya, krisis pangan sudah di depan mata. Kalau mau selamat produksi kita harus di atas 5%.
Lalu bagaimana?, entahlah, terlalu menakutkan bila di bayangkan, oleh karenanya, tak perlu dibayangkan, jalani saja. Yang jadi petani semoga tetap istiqomah sebagai petani, yang jadi negara importir?, semoga saja berfikir bagaimana bisa mencukupi kebutuhan dalam negeri dengan memaksimalkan potensi di negeri sendiri, karena (katanya) Indonesia negara agraris, kan?.
11 comments for "Negara Agraris Dan Potensi Krisis Pangan"
zzzz...
salam
Rezim Kuomintang waktu itu menjalankan kebijakan ketahanan pangan dengan melarang pembangunan perumahan atau konstruksi di wilayah-wilayah yang tergolong subur.
Namun luas Taiwan tidak dapat dibandingkan dengan Indonesia.
pun pemerintah Indonesia bukan Kuomintang.
Pun, jikalau halnya kebijakan Kuomintang tersebut diterapkan, walau terdapat penyelewengan disana-sini (sangat malu dengan ini), setidaknya bisa memperkuat kebijakan ketahanan pangan jika memang kebijakan tersebut lebih dari sekedar lipsing.