Taman Seribu Taman (Marlina Nugraningsih)
Aku berada disebuah taman indah yang aku sendiri menamainya Taman Seribu Taman. Di tempat yang indah ini aku bagai terkurung di sebuah lautan yang berkali – kali ombak dan badai menghantamku. Bunga – bunga yang bermekaran menjadikan aku terpesona dan enggan untuk melepaskan tatapan dari pemikatnya.
Taman Seribu Taman telah menghujamkan seribu Tanya dan mengekang aku dan kebebasanku. Sekuntum kembang yang harum yang aku namakan kembang Marlina Nugraningsih telah menjadikan aku seorang pemikir, yang dengan semampuku memilih dan memilah serta menjadikannya bagian dari resahku.
Kembang Marlina Nugraningsih telah membukakan mataku dan mata hatiku bahwasannya cinta itu pada hakekatnya adalh kesejatian, pemantapan rasa akan desahan getar – getar dan menjadikan hati sebagai guru yang memaparkan makna cinta sebenarnya.
Aku adalah bagian dari hampa, yang oleh ketidaktahuanku aku menyebut diriku sendiri pemimpi. Namun betapa bunga Marlina Nugraningsih yang mekar di Taman Seribu Taman telah membelalakkan indera penglihatanku ini bahwa rasa itu adalah hati, bukan kosong semata.
Duh bunga nan cantik, aku itu bukanlah siapa – siapa, aku adalah aku yang ingin menjadi diriku sendiri, bukan siapa – siapa.
Bukankah kamu sendiri telah mengerti bahwasannya jiwa – jiwa yang terhanyut dalam rasa cinta telah terhanyut dalam rasa cinta telah mengincarmu dan telah memberikan kesanggupan untuk menyunting serta mencurahkan hatinya utuh untukmu, namun mengapa musti aku yang bukan apa – apa ini engkau buat kalang kabut dengan desahan – desahan yang aku sendiri masih ragu namun tak ingin mergukannya, lalu aku harus bagaimana ?.
Adakalanya aku goyah terhempas derasnya arus, aku terhanyut dalam kelupaan dan engkau tiba – tiba menyeruak dengan kearifan, menebarkan wewangian kesekujur diri ini.
Jika saja aku boleh bertanya, mungkin akan kupertanyakan tentang kesanggupan hati untuk mengayomi hati yang lain. Akan kupertanyakan tentang keikhlasan jiwa menuntun jiwa yang lain. Dikala langkahku gontai mau menuntun, mau menjadi penuntun dan bukan hanya penonton. Ada disaat tiada, hadir disaat dibutuhkan, tersenyum dikala luka, bersama dalam kebersamaan.
Bunga, oh bunga. Aku adalah sosok yang aku sendiri malu menyebut diriku kekasih, aku lemah dalam ketiadaan, gontai dalam sapuan gelombang, aku belum mampu tegak berjalan. Maka, tuntunlah aku bunga nan indah, ajari aku untuk menjadi seorang laki – laki yang layak disebut kekasih. Seorang ksatria sejati yang berani kalah dan mampu mengalahkan diriku sendiri.
Aku berada disebuah taman indah, yang aku sendiri menamainya Taman Seribu Taman. Di tempat yang indah ini aku temukan engkau bunga cantik nan elok, bunga penuh pesona, bunga Marlina Nugraningsih.
Taman Seribu Taman telah menghujamkan seribu Tanya dan mengekang aku dan kebebasanku. Sekuntum kembang yang harum yang aku namakan kembang Marlina Nugraningsih telah menjadikan aku seorang pemikir, yang dengan semampuku memilih dan memilah serta menjadikannya bagian dari resahku.
Kembang Marlina Nugraningsih telah membukakan mataku dan mata hatiku bahwasannya cinta itu pada hakekatnya adalh kesejatian, pemantapan rasa akan desahan getar – getar dan menjadikan hati sebagai guru yang memaparkan makna cinta sebenarnya.
Aku adalah bagian dari hampa, yang oleh ketidaktahuanku aku menyebut diriku sendiri pemimpi. Namun betapa bunga Marlina Nugraningsih yang mekar di Taman Seribu Taman telah membelalakkan indera penglihatanku ini bahwa rasa itu adalah hati, bukan kosong semata.
Duh bunga nan cantik, aku itu bukanlah siapa – siapa, aku adalah aku yang ingin menjadi diriku sendiri, bukan siapa – siapa.
Bukankah kamu sendiri telah mengerti bahwasannya jiwa – jiwa yang terhanyut dalam rasa cinta telah terhanyut dalam rasa cinta telah mengincarmu dan telah memberikan kesanggupan untuk menyunting serta mencurahkan hatinya utuh untukmu, namun mengapa musti aku yang bukan apa – apa ini engkau buat kalang kabut dengan desahan – desahan yang aku sendiri masih ragu namun tak ingin mergukannya, lalu aku harus bagaimana ?.
Adakalanya aku goyah terhempas derasnya arus, aku terhanyut dalam kelupaan dan engkau tiba – tiba menyeruak dengan kearifan, menebarkan wewangian kesekujur diri ini.
Jika saja aku boleh bertanya, mungkin akan kupertanyakan tentang kesanggupan hati untuk mengayomi hati yang lain. Akan kupertanyakan tentang keikhlasan jiwa menuntun jiwa yang lain. Dikala langkahku gontai mau menuntun, mau menjadi penuntun dan bukan hanya penonton. Ada disaat tiada, hadir disaat dibutuhkan, tersenyum dikala luka, bersama dalam kebersamaan.
Bunga, oh bunga. Aku adalah sosok yang aku sendiri malu menyebut diriku kekasih, aku lemah dalam ketiadaan, gontai dalam sapuan gelombang, aku belum mampu tegak berjalan. Maka, tuntunlah aku bunga nan indah, ajari aku untuk menjadi seorang laki – laki yang layak disebut kekasih. Seorang ksatria sejati yang berani kalah dan mampu mengalahkan diriku sendiri.
Aku berada disebuah taman indah, yang aku sendiri menamainya Taman Seribu Taman. Di tempat yang indah ini aku temukan engkau bunga cantik nan elok, bunga penuh pesona, bunga Marlina Nugraningsih.
18 comments for "Taman Seribu Taman (Marlina Nugraningsih)"
oh ya, link sudah saya pasang, tengkyu.
@Dwi: Semoga dia menjadi "bunga sejati" Mas...
Amin... terimakasih untuk do'anya Mas, terimakasih juga sudah bertukar link...
sebelum masuk ke koment,pakies sudah menduga bahwa Ning Marlina adalah sosok spesial, inspiratif,penyemangat, separo jiwa, dan apapun istilahnya. ternyata benar adalah sang Istri.
Semoga Ning Marlina menjadi pasangan dunia akherat. Bukankah kelak istri kita di surga jauh lebih cantik dari bidadari?
Semoga keluarga Kang Sukadi selalu dalam kemudahan untuk membina keluarga sakina mawadah wa rahmah
Amin... terimakasih do'anya Kang, semoga dia menjadi pasangan dunia akherat saya... semoga keluarga saya bisa menjadi keluarga yang sakina mawadah warahmah... amin
akan selalu menuntunmu kala dirimu gontai, penuh desahan keresahan dan letih...
bunga itu...
akan selalu memintamu untuk menyiraminya, agar kau bisa disebut sebagai kekasih sejatinya selamanya, karena bunga itu pulalah kekasih sejati bagimu, selamanya...
Terimakasih
maaf nie telat... happy blogging n met aktivitas.. salam sama si Mbak hhe....
@Ferdinand: Ya, bunga itu adalah belahan jiwaku Mas.. :)
insyaallah nanti saya sampaikan salamnya, selamat beraktivitas dan terimakasih untuk kunjungannya mAs... :)
Semoga bisa jadi good wife... :D spy Bang Sukadi tidak jadi seorang filsuf :D
Insyaallah istri saya adalah sebaik-baik perempuan, dan nggak akan durhaka pada suaminya he.he.he
Jaga dan rawatlah orang yg kita sayangi insyaallah nanti dia akan menjadi pendamping kita di surga nanti. AMin
selamat menikmati harum "bunga"nya mas...
tulisan yang mengalir dari lubuk hati yang paling dalam..
salam kenal